Rabu, Agustus 24, 2011
Bencana besar yang menyebabkan kematian spesies mamalia raksasa termasuk mammoth, harimau bergigi besar dan berang-berang raksasa ternyata bukanlah dampak komet.
Peneliti sebelumnya menyebutkan bahwa kepunahan masal terjadi di bumi akibat komet yang menabrak bumi. Tabrakan itu memicu penurunan suhu yang sangat drastis sekitar 13 ribu tahun lalu. Perubahan iklim mendadak yang dikenal dengan pembalikan suhu Younger-Dryas ini dianggap sebagai penyebab kepunahan sebagian besar mamalia, dan leluhur manusia.
Namun, ilmuwan di Washington University, Missouri, dan Royal Hollway, University of London, menemukan bahwa kristal karbon bukanlah keseluruhan gumpalan fakta dari unsur karbon yang dikenal dengan graphene di mana ini biasanya berbentuk sedimen.
Profesor Andrew Scott, salah satu penulis di departemen ilmu bumi Royal Holloway University mengatakan, “Hasil penelitian kami meragukan salah satu potongan terakhir yang dibahas secara luas menyangkut hipotesis dampak Younger-Dryas.”
Ilmuwan menyangkal teori kontroversial itu setelah menemukan sepotong bukti kunci yang digunakan untuk mendukung gagasan dampak komet mungkin tercipta oleh proses yang lebih biasa.
Teori ini berdasarkan air segar dari sebuah gletser di danau raksasa glasial Atlantik Utara di mana arus samudra telah membantu menjaga sebagian besar es planet. Hal itu menjadi penjelasan yang paling mungkin soal perubahan iklim yang memicu kepunahan.
Manusia juga menyebar ke Amerika Utara. Namun setelah perubahan iklim yang tiba-tiba memicu munculnya zaman es terakhir, banyak dari spesies ini telah punah dan jumlah manusia diperkirakan turun menjadi hanya beberapa ribu orang.
Tiga tahun lalu, ilmuwan di University of Oregon menemukan bukti dari materi eksotis, termasuk berlian nano di sedimen berusia 12.900 tahun yang dianggap sebagai dampak dari komet yang menabrak bumi.
Namun, profesor Scott dan Tyrone Daulton dari Washington University mengatakan bahwa berlian tersebut disalahartikan karena mereka tidak menemukan bukti soal tabrakan komet.
Dr Douglas Kennett yang memimpin tim dari University of Oregon mengatakan bahwa para ilmuwan dahulu telah mencari di tempat yang salah.
“Klaim sebelumnya yang berdasarkan berlian salah alamat, tidak benar dan salah arah,” ujar Kennett. (inilah.com)
0 comments:
Tak ada yang bisa saya berikan selain ucapan terima kasih karena telah memberikan apresiasi terhadap artikel-artikel di blog ini.
Posting Komentar